Selasa, 10 November 2015

Cara melipatgandakan produksi anak burung dara


Ungkapan sepasang merpati sebagai simbol kesetiaan dalam cinta rupanya mengandung makna sesungguhnya dan bukan sekedar ungkapan tanpa dasar. Ternyata kehidupan merpati secara alamiah memang mempunyai sifat-sifat unik dan hal ini sudah dikenal sejak lama.
Keunikan burung ini dapat dilihat dari ikatan perkawinan yang cenderung setia dan tidak dapat dipisahkan antar pasangannya (merpati jantan dan betina). Bahkan bila salah satu pasangannya mati tidak bisa digantikan dengan yang lainnya. Merpati yang juga mempunyai kecenderungan suka pada pasangannya yang sejenis kelamin (homosex atau lesbian).
Sifat setia atau monogami ini mangakibatkan usaha burung merpati ini kurang efisien karena peternak harus memberi makan burung jantan yang tidak produktif  (menghasilkan anak). Pasangan yang setia ini hanya akan menghasilkan telur dua butir saja per periode peneluran yang selanjutnya dierami selama 18 – 19 hari. Menjelang anaknya berumur sepuluh hari akan bertelur lagi begitu selanjutnya dengan proses yang sama.
Dengan demikian pemeliharaan sepasang merpati secara alami hanya mampu menghasilkan 24 ekor anak merpati (piyik / squab) pertahunnya atau hanya 12 kali berperiode peneluran. Rendahnya kemampuan berproduksi inilah sebagai penyebab utama dalam usaha burung merpati penghasil squab.
Keadaan di atas menimbulkan pertanyaan mungkinkah produksi burung merpati dapat ditingkat dalam waktu yang singkat?
Secara teoritis dan pengalaman beberapa peneliti ternyata merpati bisa bertelur sebanyak 66 – 72 butir pertahun bila telurnya terus-terusan diambil tidak dierami oleh induknya tapi oleh inkubator atau induk buatan. Ini berarti kemungkinan peningkatan produksi anak merpati (squab) sampai 300% dibanding dipelihara secara alami.
Pertanyaan berikut timbul apakah anak merpati yang baru lahir bisa dipelihara tanpa induknya tetapi dengan teknologi saat ini? Pertanyaan ini ada karena merpati muda diberikan makan langsung dari induknya (“menyusui”) yang berbeda dengan anak ayam yang baru menetas bisa mencari makan dan minum sendiri.


Metode hand feeding sebagai suatu alternatif




Sampai saat ini metode yang paling cepat yang mungkin bisa dipakai untuk meningkatkan produksi squab adalah dengan metode “Hand Feeding”. Merpati muda yang baru menetas masih buta dan sangat lemah diberi makan dengan cara disuapi sebagai pengganti induknya. Pekerjaan menyuapi ini memang memerlukan ketekunan dan pengalaman. Cara sejarahnya ini sudah dikembangkan dari tahun 1915 di Jerman dan pada akhirnya di negeri Cina ditemukan metode untuk memelihara burung yang baru menetas dengan nama Hand Feeding.

Hand Feeding menggunakan pakan yang disusun dari bahan-bahan murni (pure diet) dan di Bali metode ini sudah bisa dilakukan sesuai dengan kondisi setempat dan meluas secara umum di Indonesia. Cara ini dilandasi pada suatu kenyataan bahwa bahan pakan anak merpati harus mudah tersedia. Hasilnya cukup menggembirakan karena anak merpati yang baru lahir telah berhasil dipelihara dengan metoda tersebut.
Bahan makanan yang dipergunakan adalah telur ayam mentah dicampur dengan air yang diberikan sampai umur satu minggu. Untuk selanjutnya diberikan makanan ayam fase starter sampai umur 30 hari.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More